Di Ngujur, terdapat sebuah pondok yang bernama khozainul ulum. Pondok itu bukan pondok modern melainkan pondok salaf dan pondok kufat . Di
sana terdapat 120 santri. Di sana terdapat salah satu santri baru yang
suka nyerobot antrean, namanya annisa. Pada suatu hari, Elisa dan
teman-temannya pergi ke sumur utara untuk mencuci. Tiba-tiba datanglah
Ika.
“Eits.. ini daftaranku.” kata Elisa.
“Tadi aku sudah daftar, kok nyerobot antrean orang, sih.” ujar Annisa
“Heh.. kamu tuuuhh jangan nyerobot antreanku dong, yang ke sini duluan siapa? Aku kan.” kata Elisa
“Tapi..”
“Tapi apa? sok punya antrean aja.” ejek Elisa memutus perkataan Annisa. Kemudian Annisa pun pergi. Lalu Annisa daftar mandi. Ia menggedor-gedor pintu kamar mandi.
“Tapi apa? sok punya antrean aja.” ejek Elisa memutus perkataan Annisa. Kemudian Annisa pun pergi. Lalu Annisa daftar mandi. Ia menggedor-gedor pintu kamar mandi.
“Mbak, setelah kamu siapa?” tanya Annisa.
“Setelah aku dek Elisa.” jawabnya.
“Iiih.. selalu Elisa yang dapat antrean.” katanya kesal.
Lalu Annisa menggedor pintu kamar mandi yang lain.
“Mbak, setelah kamu siapa?” tanya Annisa.
“Setelah aku dek Nanda.” jawabnya.
“Setelah Nanda siapa, mbak?”
“Kayaknya dek Nisa.” jawabnya kembali.
“Setelah aku dek Elisa.” jawabnya.
“Iiih.. selalu Elisa yang dapat antrean.” katanya kesal.
Lalu Annisa menggedor pintu kamar mandi yang lain.
“Mbak, setelah kamu siapa?” tanya Annisa.
“Setelah aku dek Nanda.” jawabnya.
“Setelah Nanda siapa, mbak?”
“Kayaknya dek Nisa.” jawabnya kembali.
Dengan kesal Annisa langsung menggedor pintu kamar mandi yang tersisa. Sebelumnya ia berpikir sejenak.
“Kayaknya setelah ini nggak ada deh, aku gedor aja ah.” pikirnya.
Akhirnya Annisa pun menggedor pintu kamar mandi itu.
“Mbak..” teriak Annisa “Iya, kenapa?” tanya mbak itu.
“Setelah kamu siapa?” tanya Annisa.
“Setelah aku Linda.” jawabnya.
Tak lama kemudian, mbak yang ada di dalam kamar mandi itu ke luar. Ternyata itu Aan.
“Kayaknya setelah ini nggak ada deh, aku gedor aja ah.” pikirnya.
Akhirnya Annisa pun menggedor pintu kamar mandi itu.
“Mbak..” teriak Annisa “Iya, kenapa?” tanya mbak itu.
“Setelah kamu siapa?” tanya Annisa.
“Setelah aku Linda.” jawabnya.
Tak lama kemudian, mbak yang ada di dalam kamar mandi itu ke luar. Ternyata itu Aan.
“Aan.. aku mandi dulu ya, please.” ujar Annisa.
“Emm.. gimana ya?” ucap Aan bingung.
“Eits.. aku udah datang, loh.” kata Linda.
“Lin.. aku mandi dulu ya.” paksa Annisa.
“Nggak boleh. Jadi santri tuh harus ngantre, jangan nyerobot antrean orang.” kata Linda.
Dengan hati yang sangat kesal,Annisa langsung pergi dari sumur utara dan langsung menuju ke kamarnya. Setelah itu, Annisa pergi ke kamarnya dengan wajah yang cemberut. Lalu mbak-mbak kamar Annisa pun bertanya kepadaAnnisa,
“Eits.. aku udah datang, loh.” kata Linda.
“Lin.. aku mandi dulu ya.” paksa Annisa.
“Nggak boleh. Jadi santri tuh harus ngantre, jangan nyerobot antrean orang.” kata Linda.
Dengan hati yang sangat kesal,Annisa langsung pergi dari sumur utara dan langsung menuju ke kamarnya. Setelah itu, Annisa pergi ke kamarnya dengan wajah yang cemberut. Lalu mbak-mbak kamar Annisa pun bertanya kepadaAnnisa,
“Kamu kenapa, Nis? kok cemberut gitu?” tanya mbak Nila.
Tetapi Annisa tidak menjawab, Ia hanya diam saja.Tanpa menghiraukan pertanyaan mbak-mbak kamarnya, kamar Elisa sintiyah -elisa.
“Annisa tuh gimana, sih? ditanyain malah pergi gitu aja.” sahut mbak Eva.
“Iya. Annisa sekarang jadi beda. Nggak kayak yang pertama masuk pondok, ramah dan murah senyum.” ujar mbak Fia.
Annisa pun menuju kamar Nanda, kamar Aisyah. Ia ingin mengajak Nanda ke sumur barat.
Tetapi Annisa tidak menjawab, Ia hanya diam saja.Tanpa menghiraukan pertanyaan mbak-mbak kamarnya, kamar Elisa sintiyah -elisa.
“Annisa tuh gimana, sih? ditanyain malah pergi gitu aja.” sahut mbak Eva.
“Iya. Annisa sekarang jadi beda. Nggak kayak yang pertama masuk pondok, ramah dan murah senyum.” ujar mbak Fia.
Annisa pun menuju kamar Nanda, kamar Aisyah. Ia ingin mengajak Nanda ke sumur barat.
“Nan..” panggil Ika.
“Kenapa, Nis?” tanya Nanda.
“Ayo ke sumur barat.”
“PR-ku banyak, nih.” ujar Nanda.
“Ayo dong..” paksa Annisa.
“Kenapa, Nis?” tanya Nanda.
“Ayo ke sumur barat.”
“PR-ku banyak, nih.” ujar Nanda.
“Ayo dong..” paksa Annisa.
“Aku nggak bisa. Lagian aku juga mau mandi di sumur timur. Kan aku udah punya daftaran mandi yang tengah.” jawabnya.
“Ngerjain PR-nya nanti aja. Terus mandinya bisa di sumur barat setelah aku.” ucap Annisa. “Aku tetap nggak bisa, Nis…” jelas Nanda. Dengan kesal Ilmi meninggalkan kamar Nanda. Nanda pun juga bingung melihat Ilmi yang sekarang 100% berubah. Ia sering marah. Sore harinya, setelah salat Ashar Annisa dan teman-temannya pergi mengaji.
“Ngerjain PR-nya nanti aja. Terus mandinya bisa di sumur barat setelah aku.” ucap Annisa. “Aku tetap nggak bisa, Nis…” jelas Nanda. Dengan kesal Ilmi meninggalkan kamar Nanda. Nanda pun juga bingung melihat Ilmi yang sekarang 100% berubah. Ia sering marah. Sore harinya, setelah salat Ashar Annisa dan teman-temannya pergi mengaji.
“Hei..agak cepat dong. Nanti telat ngajinya. Masih enak aku tungguin berangkatnya.” kataAnnisa dengan kesal.
“Iya.. iya.. bisa sabar, nggak? Dasar, ini orang sukanya buat orang kesal sama dia.” ujar Rahma.
“Sabar gimana? Biarin buat orang kesal sama aku, salahnya siapa diajak kebaikan malah nggak mau.” ucap Annisa.
“Kalau dibilangin tuh jangan ngeyel, dong.” lanjutnya.
“Hmm.. kamu tuh emang keras kepala, kayak batu.” kata Aan.
“Eeee.. kalau ngatain orang tuh jangan seenaknya dong.” protes Annisa..
“Udah.. udah, berantem.. terus tiap hari. Kayak anak kecil aja. Lebih baik berangkat aja, dari pada berantem. Apa sih, untungnya berantem tuh?” ucap Faiza.
“Ayo berangkat. Dandan.. dandan.. tapi nggak cantik-cantik buktinya. Tadi juga belum mandi, kan?” ejek Annisa. “Biarin dong. Yang penting nggak aneh-aneh kayak kamu.” kata Rahma kembali mengejek.
“Iiihh..” kata Annisa kesal.
“Iya.. iya.. bisa sabar, nggak? Dasar, ini orang sukanya buat orang kesal sama dia.” ujar Rahma.
“Sabar gimana? Biarin buat orang kesal sama aku, salahnya siapa diajak kebaikan malah nggak mau.” ucap Annisa.
“Kalau dibilangin tuh jangan ngeyel, dong.” lanjutnya.
“Hmm.. kamu tuh emang keras kepala, kayak batu.” kata Aan.
“Eeee.. kalau ngatain orang tuh jangan seenaknya dong.” protes Annisa..
“Udah.. udah, berantem.. terus tiap hari. Kayak anak kecil aja. Lebih baik berangkat aja, dari pada berantem. Apa sih, untungnya berantem tuh?” ucap Faiza.
“Ayo berangkat. Dandan.. dandan.. tapi nggak cantik-cantik buktinya. Tadi juga belum mandi, kan?” ejek Annisa. “Biarin dong. Yang penting nggak aneh-aneh kayak kamu.” kata Rahma kembali mengejek.
“Iiihh..” kata Annisa kesal.
Mereka semua langsung berangkat mengaji. Sesampainya di tempat ngaji, mereka langsung mengambil tempat duduk masing-masing.
“Heh.. ini tempat dudukku.” kata Elisa.
“Heh.. ini tempat dudukku.” kata Elisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar